Cerpen si arwah pembalas dendam
Si Arwah Pembalas Dendam
Oleh Igen Yustiardi Putri (IX-J)
Pagi ini disambut dengan mendung awan yang menutupi matahari untuk menyinari bumi seperti biasanya. Sekarang pukul 07.00, Ray sudah telat untuk masuk sekolah. Tapi dia tetap masuk sekolah, karena hari ini ada ulangan harian yang harus diselesaikan.
Saat Ray sampai, bukannya disambut dengan kehangatan, malah disambut dengan wajah marah Bu Ina—guru kedisiplinan yang selalu mencegat murid saat sekolah. Dengan wajah marahnya dia menjewer telinganya.
“RAY! KAMU SELALU SAJA TERLAMBAT, KALAU BEGINI KAMU BISA-BISA TIDAK LULUS LO YA!” seru Bu Ina sambil menjewer telingaku.
“Maaf Bu, saya tadi terlambat karena alarm saya ga bunyi,” ungkap Ray dengan setengah jujur. Sebenarnya dia telat bangun karena semalaman di ganggu oleh sosok berambut panjang dengan mata merah.
“Halah alasan kamu. Cepat masuk, mood saya lagi baik,” perintah Bu Ina sambil melepaskan jewerannya.
Ray pun kembali melangkah sambil mengusap telinganya yang memerah. Dia terus berjalan, melewati lorong-lorong yang sepi. Ini sama aja kayak uji nyali kalau lewat sini, batin Ray. Tapi dia terus berjalan, ya karena jalan satu-satunya menuju ke kelas hanya ini.
Bisikan-bisikan mulai terdengar, tapi Ray tetap berjalan ke depan, seakan-akan dia tidak mendengar suara itu. Hingga dia berhenti saat tiba-tiba ada yang menarik celananya pelan. “Ayo main kak,” ujar anak itu dengan baju yang bersimbah darah, dan mata satunya bergelantungan seperti hampir jatuh.
Dengan cepat Ray segela melanjutkan jalannya dengan jantung berdebar-debar. Ini menakutkan, anak itu bisa menyentuh dirinya—yang berarti dia bisa melukai manusia. Untungnya anak itu tidak mengejarnya.
Setelah dia sampai di kelasnya, dia mengetuk pintu, membuat perhatian seluruh anak di kelas terpusat padanya. Guru yang sedang mengajar pun hanya menggeleng-geleng kepalanya.
Ray akhirnya bisa duduk di kelasnya, walaupun harus mendengar ceramahan dari guru. Pelajaran di mulai lagi. Ray duduk di barisan belakang paling pojok, dan sendirian. Sedari dulu, dia tidak punya teman, karena semua orang menganggapnya aneh dan gila.
Itu semua terjadi saat dia berbicara kepada temannya bahwa di belakangnya terdapat sebuah sosok dengan mata merah menyala dan gigi taring yang keluar. Si anak tersebut langsung menyebarkan rumor bahwa Ray gila. Padahal tidak, dia bukan gila. Dia hanya berbeda, karena dia bisa melihat mereka.
***
Sekarang pukul 16.00, Ray pulang terlalu sore karena mengikuti ekstra lukis. Dia terlalu keasikan menggambar sampai lupa bahwa sudah sore. Seperti biasa, dia pulang lewat sebuah kebun pisang dekat rumahnya. Dan dia melihat dua arwah masuk ke dalam kebun tersebut. Dua arwah tersebut adalah perempuan dan laki-laki, yang satu seperti manusia biasa dengan seragam sekolah. Yang satu seorang perempuan dengan tangan yang sangat banyak menutupi tubuhnya, terlihat seperti memeluk dirinya sendiri.
Kedua arwah tersebut masuk. Ray ingin mengikuti mereka karena penasaran, apa yang mereka lakukan di tempat bekas kasus pemerkosaan? Aneh, batin Ray. Tapi, pada akhirnya dia tidak membututi dua arwah tersebut.
Ray terus berjalan, sambil berusaha memendam rasa penasarannya. Dia tidak mau terlibat lagi hal seperti ini. Sudah cukup masalah yang lalu membuatnya hampir mati.
***
Hari ini adalah hari libur. Ray yang baru saja bangun tidur langsung menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah membersihkan diri, dia menuju ruang tengah untuk menonton TV. Muncullah sebuah berita yang berhasil membuat Ray terkejut dan gemetar.
Berita tersebut mengatakan bahwa ada dua orang bapak-bapak yang mati dengan keadaan tubuh mereka ditancapkan di pohon pisang. Kepala mereka juga terpotong, mata mereka hilang, tangan mereka juga hilang entah kemana.
Pikiran Ray langsung mengarah pada dua arwah kemarin. Ini mengerikan, firasat Ray merujuk ke sana, dan hari itu Ray sama sekali tidak bisa tidur.
Di pikirannya selalu terlintas dua sosok arwah tersebut. Ini aneh, kenapa Ray terus penasaran? Padahal dia tipe orang yang bisa menahan rasa penasarannya.
Keesokannya, Ray bangun dengan hati yang tidak tenang, perasaan penasaran ini membuatnya ingin muntah. Ini memuakkan, batin Ray. Lagi-lagi dia berusaha untuk menekan rasa penasarannya.
Ray tetap berangkat sekolah seperti biasanya, dia berjalan kaki menuju ke sekolahnya, dan dia tetap melewati kebun pohon pisang tersebut. Terdapat kertas kuning yang mengelilingi kebun tersebut, dan terdapat banyak sosok bertengger mengelilingi kebun tersebut.
Ray tetap melewati kebun pisang tersebut dengan wajah normal—seakan-akan dia tidak bisa melihat mereka, walaupun jantungnya berdetak dengan kencang, yang terpenting dia bisa selamat.
Ray tetap berjalan ke depan, tanpa menyadari bahwa ada salah satu sosok kemarin yang tahu, bahwa Ray bisa melihatnya dan mereka.
***
Hari ini berjalan seperti biasa, tidak ada yang menarik—datar. Ray kembali berjalan untuk pulang dari sekolah. Ray sebenarnya berniat untuk melewati jalan lain untuk pulang ke rumah. Tapi, firasatnya mengatakan tidak.
Akhirnya dia tetap melewati jalan itu, dengan rapalan doa yang terus keluar dari mulutnya. Hingga langkahnya berhenti. Di depannya ada sebuah anak seumuran dengannya, menggunakan serangam sekolah yang sama seperti dirinya.
Dia adalah arwah laki-laki itu.
Deg deg deg deg, jantung Ray berdetak dengan kencang, Jangan-jangan arwah ini mau membunuhnya juga? Tidak, jangan negative thinking. Bisa saja bukan dia pelaku pembunuhan tersebut, ya bisa saja….
“Bukan saya yang membunuh, saya hanya mengantarkan sebuah keadilan,” ujarnya dengan tatapan kosong. Ray tetap termangu melihatnya—ketakutan.
Anak laki-laki tersebut menjulurkan tangannya. “Nama saya Akuma, saya tahu kamu bisa melihat saya sejak tadi bertemu.” Akuma memperkenalkan dirinya. Tapi, dia bingung kenapa Ray tidak membalas jabatan tangannya. “Apa ada yang salah dengan saya?” tanya Akuma sambil memiringkan kepalanya—bingung.
Sedangkan Ray sedang dilanda kebingungan. Lah, ini kok tiba-tiba ngajak kenalan? Bukannya mau bunuh aku? batin Ray kebingungan.
“Kamu pasti berpikir saya akan membunuh kamu ya? Soalnya kemarin kamu lihat saya dan Bu Kara membalaskan dendam,” penjelasan Akuma kena telak.
Akuma mendekatkan dirinya. “Saya tidak akan membunuhmu kok, lagipula kamu kan orang biasa.” Ray yang mendengarnya mengerutkan alisnya, setan sialan, batin Ray.
Ray membalas jabatan tangan tersebut, dan anehnya tangannya hangat tidak dingin, tapi Ray tetap menyebutkan namanya walaupun dia tahu Akuma berbahaya. “Aku Ray.”
Akuma hanya membalasnya dengan senyuman, dan menghilang. Dasar setan sialan ini membuatku kesal, batin Ray. Dia akhirnya melanjutkan perjalanan pulangnya dengan damai.
***
Apakah kalian pernah dibuat merasakan geram yang sangat amat geram, tapi kalian juga tidak bisa berbuat apa-apa. Inilah yang Ray rasakan. Malam ini dia melihat sebuah berita di televisinya.
Berita tersebut mengatakan bahwa ada seorang mahasiswi yang diperkosa oleh pacarnya sendiri sampai hamil, dan yang lebih membuat geram adalah pacarnya seorang polisi. Bahkan keluarga pelaku sampai menyuruh si korban untuk menggugurkan kandungannya. Hingga akhirnya si korban bunuh diri dengan minum racun. Dasar manusia biadab,brengsek, batin Ray.
Malam itu juga Akuma kembali mendatanginya, dan dia berkata bahwa dia kesal, dia akan kembali ke sini jika urusan ini sudah selesai.
***
Dua hari setelah Akuma mendatangi Ray terdapat sebuah berita yang sangat mencengangkan baginya. Di televisi menyebutkan bahwa si polisi itu mati dengan dua matanya yang tercongkel. Tubuh Ray bergetar, firasatnya tidak salah. Akuma yang merencanakan dan melakukan semua pembunuhan ini.
Di saat dia sedang terduduk dengan tatapan kosong, Akuma kembali datang, dia datang dengan mata merahnya dengan darah yang mengalir. “Kenapa kamu main hakim sendiri, Akuma?” tanya Ray.
“Hah? Saya main hakim sendiri? Bukankah manusia juga begitu? Saya hanya melakukannya kalau memang orang itu pantas mendapatkannya.” Akuma tetap memandang Ray.
“Coba kalian lihat diri sendiri, kalian bahkan tega menghakimi sesama manusia yang sudah jelas menjadi korbannya. Lalu kamu bertanya kenapa aku main hakim sendiri? Coba kalian berkaca dan lihat betapa menjijikkannya kalian,” ujar Akuma membuat Ray terdiam.
“Katanya manusia itu adalah makhluk yang dikaruniai dengan hati nurani, kalau begitu mana buktinya?”
TAMAT
Komentar
Posting Komentar